UAS Etika Bisnis (Kasus Pelanggaran Etika Bisnis)
Nama: Shagita Dhamayanti
NIM: 01219078
Prodi: Manajemen
Mata Kuliah: Etika Bisnis
Dosen: Hj. I.G.A. Aju Nitya
Dharmani, S.ST., S.E., M.M
Kasus Pelanggaran Etika Bisnis di Indonesia
1. Tokopedia
Aplikasi belanja online Tokopedia terkena
kasus kebocoran data konsumen. Tokopedia telah melakukan kesalahan karena tidak
memiliki sistem elektronik yang baik dan tidak memiliki sistem pengamanan yang
patut untuk mencegah kebocoran atau mencegah setiap kegiatan pemrosesan atau
pemanfaatan data pribadi secara melawan hukum. Hal ini membuktikan bahwa
Tokopedia telah melakukan kesalahan dalam melindungi data pribadi dan hak
privasi para pemilik akun Tokopedia. Kelalaian pihak Tokopedia pada kasus ini,
dapat merugikan banyak pihak terkhususnya pengguna Tokopedia sendiri. Pengaturan
hal tersebut di antaranya dapat dilihat pada Pasal 1 angka 22 UU No. 24 Tahun
2013 tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Adiministrasi Kependudukan
jo. Pasal 1 angka 20 PP No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan
Transaksi Elektronik jo. Pasal 1 angka 1 PM Kominfo No. 20 Tahun 2016 tentang
Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik.
Tokopedia telah secara jelas
melanggar kewajiban hukumnya dan tidak beriktikad baik untuk melakukan
pemberitahuan terhadap terjadinya kegagalan Tokopedia untuk melakukan perlindungan
data pribadi para pemilik akun Tokopedia. Hal ini membuktikan bahwa Tokopedia
telah melanggar ketentuan Pasal 14 ayat (5) PP No. 71 Tahun 2019 jo. Pasal 2
ayat (2) huruf f dan Pasal 28 huruf c PM Kominfo No. 20 Tahun 2016.
2. PT. Garuda Indonesia
PT. Garuda Indonesia mengalami permasalahan dalam etika bisnis yaitu terdapat kasus persekongkolan antara para pelaku usaha untuk meniadakan diskon atau membuat keseragaman diskon, dan kesepakatan meniadakan produk yang ditawarkan dengan harga murah di pasar. Sehingga Garuda Indonesia telah melanggar Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 yang mana pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga.
Selain itu pada tahun 2018 silam pernah melanggar kode etik berbisnis, yaitu dengan adanya manipulasi pada laporan keuangannya.
3. PT Asuransi Jiwasraya
Korupsi yang dilakukan oleh PT
Asuransi Jiwasraya termasuk melanggar etika dikarenakan kasus ini menyebabkan
kerugian hingga Rp 16,81 triliun. Kasus ini melibatkan banyak pihak termasuk
pejabat dalam OJK (Otoritas Jasa Keuangan), 13 Korporasi lain, serta
pimpinan-pimpinan dalam perusahaan Asuransi Jiwasraya.
Kasus ini sudah ada sejak awal
tahun 2000. Lalu, Jiwasraya juga pernah mengalami gagal bayar polis kepada para
nasabahnya pada Oktober 2018, tetapi sejak 2017 sudah terjadi peningkatan yang
signifikan karena terbebani oleh produk JS Saving Plan yang menjanjikan bunga
pasti (fixed rate) hingga 10% atau jauh diatas rata-rata bunga deposito.
Kasus korupsi pada PT Jiwasraya
akan diterapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jika penyidik
menemukan hasil korupsi yang disamarkan. Dalam hal ini, kasus korupsi Jiwasraya
ditetapkan dengan ancaman Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001
tentang Tindak Pidana Korupsi. Namun sampai saat ini, Jaksa Agung Muda Tindak
Pidana Khusus masih mendalami dan mencari bukti lebih lanjut untuk membongkar
dugaan kasus korupsi yang terjadi di PT Jiwasraya yang diprediksi negara
mengalami kerugian hingga Rp20 triliun.
4. Kasus KPAI vs PB Djarum
Kasus ini bermula dari laporan
Yayasan Lentera Anak kepada KPAI mengenai dugaan adanya eksploitasi anak dalam audisi PB Djarum.
Dalam kegiatan tersebut anak-anak mengenakan kaos bertulis brand Djarum yang
cukup mencolok.
Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda
Sundari menyatakan kegiatan tersebut melanggar PP 109 Tahun 2012 tentang
Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi
Kesehatan. Setidaknya ada tiga pasal yang tidak dipatuhi oleh PB Djarum. Pertama,
segala sesuatu yang disponsori oleh produk tembakau tidak boleh melibatkan
anak. Kedua, tidak boleh menggunakan brand image dan logo produk tembakau.
Ketiga, tidak boleh dipublikasikan.
KPAI sependapat dengan aduan
Yayasan Lentera Anak. Ketua KPAI Susanto menyebut kegiatan tersebut masuk
kategori eksploitasi anak, karena
memanfaatkan tubuh anak-anak untuk soft promotion brand image rokok. Lalu
dilayangkanlah surat kepada Djarum Foundation agar menghentikan perhelatan
tersebut.
PB Djarum meradang mendapat surat
tersebut. Sambutannya di luar dugaan, menghentikan kegiatan tersebut mulai
tahun depan hingga seterusnya. Sikap PB
Djarum mendapatkan simpati, bahkan tagar #bubarkanKPAI menjadi trending topic
di Twitter selama dua hari. Namun di lain pihak, sikap KPAI juga mendapatkan
dukungan yang tidak sedikit.
Tidak banyak perusahaan yang
menimbulkan kontroversi dan menuai pendukung sekaligus pengeritik seperti
Djarum ini, termasuk banyaknya perdebatan menyangkut kegiatan CSR (corporate
social responsibility/tanggung jawab sosial) perusahaan yang dilakukan melalui
Yayasan Djarum tersebut.
Kasus ini menyadarkan kita akan
pentingnya perusahaan menjunjung etika bisnis, termasuk dalam menjalankan
kegiatan CSR. Meski apa yang dilakukan untuk kepentingan umum, bangsa dan
negara, namun tetap harus memiliki standard etika yang tinggi. Apa yang
dilakukan oleh PB Djarum diduga kuat tidak mematuhi PP 109 Tahun 2012.
5. Sengketa Saham Zebra
Di balik penjualan saham PT Zebra
Nusantara Tbk (ZBRA) oleh pengendali saham PT Infiniti Wahana (IW) kepada PT
Trinity Healthcare (THC) yang merupakan perusahaan keluarga Hary Tanoe masih
menyisakan masalah bagi pemegang saham ZBRA. Pasalnya, PT Borneo Nusantara
Kapital yang juga pemegang saham ZBRA merasa dirugikan atas apa yang dilakukan
PT Infiniti Wahana.
Hal ini disampaikan oleh praktisi
pasar modal Kuntho P. menyikapi kasus pembatalan transaksi jual beli saham
secara sepihak yang dilakukan PT Infiniti Wahana (IW) sebagai pengendali saham
ZBRA kepada PT Borneo Nusantara Kapital.
Ia mengatakan, apa yang telah
dilakukan PT Infiniti Wahana dengan membatalkan transaksi beli saham kepada PT
Borneo Nusantara Kapital secara sepihak merupakan sebuah pelanggaran dan tidak
menunjukkan etika bisnis yang baik.
Sejatinya dalam transaksi dalam
jual beli saham di pasar modal sesuai peraturan yang ada, ketika pemegang saham
pengendali akan melepas saham harus terlebih dahulu menawarkan kepada pemegang
saham lainnya sebelum dibuka keluar dan bukan sebaliknya. Hal inilah yang telah
dilakukan PT Infiniti Wahana ketika transaksi jual beli saham dengan Borneo
Nusantara Capital berlangsung dan terikat, justru sebaliknya membatalkan jual
beli dan lebih memilih menjual saham kepada PT Trinity Healthcare (THC) yang
merupakan perusahaan milik Rudy Tanoe.
pada akhir tahun 2018, PT Borneo
Nusantara Kapital melakukan transaksi pembelian saham ZBRA kepada IW sebagai
pemegang saham pengendali sebesar 642 juta lembar saham atau 75% dari seluruh
total modal disetor dengan harga pembelian sebesar Rp 50 miliar.
Pada perjanjian transaksi tersebut,
PT Borneo Nusantara Kapital telah menyetorkan uang sebesar Rp 3 miliar sebagai
bagian uang muka pembelian sebagaimana disepakati bersama dan sisanya akan
dilunasi setelah pihak IW menyerahkan persyaratan pendahuluan untuk keperluan
due diligence dan laporan keuangan perseroan (ZBRA) serta membuka suspensi atas
saham ZBRA yang telah dikenakan bursa sejak Juli 2017.
Referensi:
Komentar
Posting Komentar